Rabu, 27 April 2011

bakteri

Bakteri merupakan organisme yang uniseluler yang berkembang secara membelah diri atau biner. Perkemabangan bakteri terjadi setiap 20 menit sekali. Meskipun demikian jumlah bakteri tertentu pada suatu media juga akan perlahan berkurang bahkan musnah akibat habisnya nutrisi yang dibutuhkan bakteri di media tersebut. Selain itu, akibat bertumpuk atau mengmpulnya sisa-sisa hasil mtabolisme bakteri itu sendiri.
Bakteri adalah mikroorganisme prokaryotik yaitu organisme yang materi intinya tidak terbungkus oleh membran. Rata-rata bakteri berukuran antara 0.2 sampai 1.5 µm. Bakteri patogen tanaman berukuran panjang antara 0.6- 3.5 µm dan diameternya antara 0.5-1.0 µm.
Ada 4 kelompok bentuk dasar bakteri:
1. bulat/coccus. Coccus yang berkelompok membentuk dua sel disebut diplococcus, yang membentuk rantai disebut: streptococcus, yang berbentuk kubus disebut sarcina dan yang bergerombol seperti anggur disebut stapilococcus.
2. Batang/ baccilus. Bakteri ini mempunyai bentuk yang bervariasi.
Berbentuk koma/spiral . Ada yang pendek dan ada juga yang kaku
Berbentuk persegi.

Beberapa bakteri bergerak menggunakan flagella dan banyak juga yang tidak mempunyai flagella sehingga tidak dapat bergerak dengan aktif.
Bakteri berkembang biak dengan membelah diri,bertunas.
Untuk bertahan terhadap lingkungan yang tidak cocok bakteri dapat membentuk spora yang disebut endospora yang tahan terhadap panas, radiasi dan berbagai pengaruh kimia.
Contoh genera yang dapat membentuk endospora antara lain: Clostridium dan Bacillus.
Hampir semua bakteri mempunyai dinding sel yang berfungsi untuk melindungi isi sel dan memberi bentuk bakteri.
Kebanyakan dinding sel bkteri mengandung polimer yang disebut Peptidoglikan.
Bakteri ada yang gram negatif dan ada juga yang gram positip.
Umumnya yang termasuk gram negatif adalah yang lapisan peptidoglikannya tipis.
Dari pewarnaan akan terlihat bakteri gram positip berwarna ungu sedangkan bakteri gram negatip berwarna merah

Kebanyakan bakteri patogen mampu hidup sebagai sapropit pada sisa tanaman baik dipermukaan maupun didalam tanah, sehingga mempersulit pemberantasannya.
KLASIFIKASI
Bakteri termasuk ke dalam kerajaan Prokaryotae yang terbagi atas 4 devisi yaitu: Gracilicutes ( untuk bakteri yang gram negatif), Fermicutes (untuk bkteri gram positif), Mendosicutes (untuk bakteri yang mempunyai dinding sel tetapi tidak mengandung peptidoglikan) dan Tenericutes (untuk kelompok bakteri yang tidak mempunyai dinding sel).

Sampai saat ini hanya 6 genera yang diketahui patogen tanaman, lima diantaranya berbentuk batang dan satu berbentuk spiral.

Selain itu juga telah ditemukan Mikoplasma-like organisme/MLO dan bakteri-like orgnisme/BLO sebagai paogen tanaman dan masih digolongkan dalam bakteri

Gejala-gejala akibat serangan bakteri
1.Gall/fasciation (Crown gall): pertumbuhan abnormal karena peningkatan jumlah sel
secara cepat, biasanya pada pangkal batang, leher akar atau akar
2. Layu bakteri; akibat serangan pada pembuluh kayu Pelendiran-bakteri atau
kebasahan pada kayu: karena adanya tekanan (gas) lalu keluar ke permukaan batang
seperti pada tanaman elm
3. Busuk lunak: akibat serangan pada pada zat perekat antara sel-sel jaringan
tanaman,sehingga zat tersebut mencair dan jaringan rusak serta berlendir
4. Busuk keras/firm rot: kerusakan jaringan pada daun, batang, buah,umbi dan
lain-lain
5. Blight dan kanker: nekrosis yang bersifat khas pada daun, ranting, dahan, bunga
dan buah.

Genera bakteri penyebab penyakit tanaman
Pseudomonas
- berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung
- berukuran 0.5-1.0 x 1.5-4.0 µm.
- bergerak dengan satu atau beberapa flagella polar
- merupakan genera yang paling banyak patogen
- gejala yang ditimbulkannya: layu, kanker dan bercak
- Gram negatif
Contoh penyakit yang disebabkan Pseudomonas:
a Penyakit layu bakteri pada pisang disebut juga penyakit moko
Penyebabnya Pseudomonas solanacearum. Menyebabkan daun tanaman layu dan
patah, buah masak secara prematur, berukuran kecil dan bentuk buah tidak
sempurna
b. Penyakit layu pada tomat dan solanaceae lainnya.
Menyerang cabe, tomat, kentang, terong , tembakau dll
Patogennya P. solanacearum

c.Penykit sumatera cengkeh
penyakit ini menghancurkan pertanaman cengkeh di Sumatera dan Jawa. Gejala
didahului kelayuan dan diakhiri dengan kematian tanaman. Patogen Pseudomonas
syzygii.

Xanthomonas
Bakteri berbentuk batang dengan diameter 0.4-1.0 µm dan panjang 1.0-3.0 µm
Bergerak dengan flagella.
Menyebabkan gejala hawar daun,kanker, busuk basah
Gram negatif
Penyakit-penyakit yang disebabkan
Penyakit kresek padi
Gejala yang muncul berupa garis-garis kebasahan pada pinggir daun, beberapa
cm dari ujung daun.
Patogennya Xanthomonas compestris pv. Oryzae.

Penyakit kanker jeruk
Gejala serangan pada daun diawali dengan munculnya bintik2 kuning
berdiameter 1mm dibawah permukaan daun. Selanjutnya bintik berubah bercak
cembung dan berwarna kecoklatan serta agak mengkilat. Gejala khas berupa
kanker yang muncul pada fase berikutnya saat permukaan bercak berubah
menjadi kasar dan retak-retak. Dan biasanya mengeluarkan eksudat bakteri.
Patogennya Xanthomonas citri.

Erwinia
berbentuk batang dengan diameter 0.5-1.0 µm dan panjang 1-3 µm. Termasuk
gram negatif dan bergerak dengan banyak flagella.

Contoh penyakit yang disebabkan erwinia
Penyakit layu bakteri pada ketimun
Gejala diawali dengan terkulai satu atau dua helai daun pada salah satu
cabang yang diikuti terkulai dan layunya seluruh daun pada cabang tersebut.
Selanjutnya seluruh tanamn menjadi layu. Patogennya Erwinia traceiphila.
Bakteri ini dapat bertahan hidup pada kumbang mentimun Acalynma vittata dan
Diabrotica undecimpunctata.

Penyakit busuk lunak sayuran
Gejala awal berupamunculnya bintik berair pada permukaan buah atau sayuran,
sehingga jaringan menjadi lunak atau lembek.
Patogen Erwinia caratovora.

Penyakit layu bakteri pada jagung
Gejala pada layu berupakelayuan yang berlangung cepat dan tanaman tersebut
mati atau tetap hidup tetapi kerdil.
Penyebab penyakit ini adalah Erwinia stewartii yang penyebarannya dibantu
oleh kumbang jagung Chaetoenema pulicularia.

Corynebacterium
bakteri ini berbentuk batang dengan diameter 0.5-0.9 µm dan panjang 1.5-4.0
µm, umumnya tidak bergerak tetapi beberapa ada juga yang bergerak dengan 1
atau 2 flagella, merupakan bakteri gram positip.

Contoh penyakit yang disebabkan corynespora
Kanker bakteri pada tomat
Gejala berupa bercak muncul pada daun sebagai bercak nekrosis demikian juga
batang dan buah.
Patogennya adalah Corynebacterium michiganense, yang dapat bertahan selain
pada sisa tanaman, permukaan tanah tetapi juga pada benih

Penyakit melingkar pada kentang
Gejalakhas timbul pada umbi kentang sebelum dan sesudah panen berupa lingkaran
Patogenya Corynebacterium sepedonicum.yang dapat bertahan pada umbi atau menempel pada alat-alat pertanian dalam bentuk lendir kering

Agrobacterium
bakteri berbentuk batang dengan diameter 0.8 dan panjang 1.5-3.0 µm, bergerak
dengan 1 sampai 4 flagella, menyebab puru, berdinding sel dan termasuk gram
negatif.

Contoh penyakit yang disebabkan corynebacterium
Penyakit puru pada tanaman berkayu
Penyakit diawali gejala tumor, atu puru dengan berbagai ukuran. Pertumbuhan
sedikit berlebihan pada batang atau akar.
Patogennya Agrobacterium tumefaciens. Menginfeksi tanaman melalui luka di
dekat permuakan tanah.

Streptomyces
bakteri berbentuk benang tanpa sekat dengan diameter 0.5 -2.0 µm. Mudah
dibedakan dengan bakteri lainnya karena miseliumnya yang bercabang dan karena
rantai sporanya yang membentuk spiral, termasuk gram positip.

Contoh penyakit yang disebabkan Streptomyces
Penyakit skabies pada kentang.
Gejala terlihat pada umb berupa bintik-bintik coklat yang agak cembung yang
selanjutnya menyatu membetuk seperti koreng atau kudis. Patogennya adalah
Streptomyces scabies. Penetrasi melalui lenti sel, luka dan stomata atau
penetrasi langsung pada umbi.

Organisme mirip mikoplasma/MLO
Merupakan anggota dari kelas mollicutes yaitu kelompok bakteri yang mempunyai
membran tetapi tidak memiliki dinding sel. Merupakan parasit intraselular
ataupun ekstraselular.
Contoh penyakit yng disebabkn MLO
Penyakit sapu setan pada kacang tanah
tanaman tumbuh tidak normal karena tunas-tunas ketiak berkembang sementara
ruas batang menjadi lebih pendek, sehingga tanaman tampakseperti sapu
Patogennya MLO yang ditularkan oleh wereng Orasius orgentatus.

Organisme mirip bakteri/BLO
Bentukny berubah-ubah, tersebar di dalam floem inang yang terinfeksi dan
disebarkan oleh vektor penghisap cairan floem.

Contoh penyakit degenerasi floem tulang daun jeruk
Penyebabnya BLO yang disebarkan oleh vektor Diaphorina citri.

pengendalian Opt

Salah satu komponen pengendalian hama terpadu (PHT) ini yang sesuai untuk menunjang pertanian berkelanjutan adalah pembangunan pertanian secara hayati karena pengen-dalian ini lebih selektif (tidak merusak organisme yang berguna dan manusia) dan lebih berwawasan lingkungan. Pengendalian hayati sangat besar pada tingkat laboratorium dan rumah kaca, namun hanya sebagian kecil saja yang telah diman-faatkan di tingkat lapangan dalam skala ekonomi. Hal ini tidak perlu menjadi alasan untuk menyatakan bahwa prospek pengendalian hayati dalam praktek kecil atau kurang relevan.

Prospek keanekaragaman dari mikrooragnisme yang antagonistik dan kekayaan sumber daya alam di Indonesia, sebenarnya menjanjikan peluang yang cukup besar untuk diman-faatkan dalam pengendalian hayati penyakit tanaman.

Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan back to nature telah menjadi trend baru dan meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian (Anonim, 2002). Oleh karena itu, penerapan teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan harus mendapat perhatian dari semua pihak, sebagai landasan pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Pola pembangunan pertanian seperti ini, selain harus dapat memelihara tingkat produksi, juga harus mampu mengurangi dampak kegiatan pertanian yang dapat menimbulkan pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan hidup. Salah satu kegiatan nyata yang perlu dilakukan adalah dengan menjaga produksi pertanian dari gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) serta memperhatikan jasa-jasa ekologis yang diemban oleh keanekaragaman hayati pertanian, seperti jasa penyerbukan, jasa penguraian dan jasa pengendali hayati (Tobing, 2009).

Organisme penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Organisme pengganggu tanaman merupakan salah satu penghambat produksi dan penyebab ditolaknya produk tersebut masuk ke suat negara, karena dikawatirkan akan menjadi hama baru di negara yang ditujunya. Berdasarkan pengalaman, masih adanya permasalahan OPT yang belum tuntas penanganannya dan perlu kerja keras untuk mengatasinya dengan berbagai upaya dilakukan, seperti lalat buah pada berbagai produk buah dan sayuran buah dan virus gemini pada cabai. Selain itu, dalam kaitannya dengan terbawanya OPT pada produk yang akan diekspor dan dianalis potensial masuk, menyebar dan menetap di suatu wilayah negara, akan menjadi hambatan yang berarti dalam perdagangan internasional (Mulyaman, 2008).

Petani sebagai pelaku utama kegiatan pertanian sering menggunakan pestisida sintetis terutama untuk hama dan penyakit yang sulit dikendalikan, seperti penyakit yang disebabkan oleh virus dan patogen tular tanah (soil borne pathogens). Untuk mengendalikan penyakit ini petani cenderung menggunakan pestisida sintetis secara berlebihan sehingga menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Hal ini dilakukan petani karena modal yang telah dikeluarkan cukup besar sehingga petani tidak berani menanggunag resiko kegagalan usaha taninya. Selain itu, ketertarikan konsumen terhadap produk hortikultura yang bersih dan cantik, serta kurang tersedianya pengendalian non kimia yang efektif, maka pestisida sintetis tetap menjadi primadona bagi petani (Istikorini, 2002).

Dilema yang dihadapi para petani saat ini adalah disatu sisi cara mengatasi masalah OPT dengan pestisida sintetis dapat menekan kehilangan hasil akibat OPT, tetapi menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Di sisi lain, tanpa pestisida kimia sintetis akan sulit menekan kehilangan hasil akibat OPT. Padahal tuntutan masyarakat dunia terhadap produk pertanian menjadi bertambah tinggi terutama masyarakat negara maju, tidak jarang hasil produk pertanian kita yang siap ekspor ditolak hanya karena tidak memenuhi syarat mutu maupun kandungan residu pestisida yang melebihi ambang toleransi (Setyono, 2009 dan Anonim, 2009).

Penggunaan pestida yang kurang bijaksana seringkali menimbulkan masalah kesehatan, pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekologis (resistensi hama sasaran, gejala resurjensi hama, terbunuhnya musuh alami) serta mengakibatkan peningkatan residu pada hasil (Anonim, 2008). Terdapat kecenderungan penurunan populasi total mikroorganisme seiring dengan peningkatan takaran pestisida (Emalinda et al., 2003). Oleh karena itu perhatian pada alternatif pengendalian yang lebih ramah lingkungan semakin besar untuk menurunkan penggunaan pestisida sintetis.

Pelaksanaan program pengendalian hama terpadu (Integreted Pest Management) merupakan langkah yang sangat strategis dalam kerangka tuntutan masyarakat dunia terhadap berbagai produk yang aman dikonsumsi, menjaga kelestarian lingkungan, serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan yang memberikan manfaat antar waktu dan antar generasi (Saptana at al., 2010). Salah satu komponen pengendalian hama terpadu (PHT) yang sesuai untuk menunjang pertanian berkelanjutan pembangunan pertanian secara hayati karena pengendalian ini lebih selektif (tidak merusak organisme yang berguna dan manusia) dan lebih berwawasan lingkungan. Pengendalian hayati berupaya memanfaatkan pengendali hayati dan proses-proses alami. Aplikasi pengendalian hayati harus kompatibel dengan peraturan (karantina), pengendalian dengan jenis tahan, pemakaian pestisida dan lain-lain.

Perkembangan hasil penelitian tentang berbagai agensia hayati yang bermanfaat untuk mengendalikan organisme pengganggu pada tanaman, sebenarnya sudah cukup menggembirakan, walaupun masih relatif sedikit yang dapat digunakan secara efektif di lapangan. Komponen ini jelas berperan dalam peningkatan peranan dalam pengamanan produksi dan pelestarian lingkungan.

Berbagai kendala yang menyangkut komponen hayati antara lain adalah adanya kesan bahwa cara pengendalian hayati lambat kurang diminati. Oleh karena itu terasa pentingnya suatu komitmen untuk menentukan suatu gerak terpadu melalui konsep pengendalian hayati yang menguntungkan dan berkelanjutan dalam pemanfaatannya.

Pengendalian hayati yang ekologis dan berkelanjutan

Pengendalian hayati adalah pengendalian semua makhluk hidup yang dianggap sebagai OPT dengan cara memanfaatkan musuh alami, memanipulasi inang, lingkungan atau musuh alami itu sendiri. Pengendalian hayati bersifat ekologis dan berkelanjutan. Ekologis berarti pengendalian hayati harus dilakukan melalui pengelolaan ekosistem pertanian secara efisien dengan sedikit mungkin mendatangkan akibat samping negatif bagi lingkungan hidup. Sedangkan berkelanjutan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk bertahan dan menjaga upaya agar tidak merosot atau menjaga agar suatu upaya terus berlangsung (Basukriadi, 2003). Pengendalian hayati sebagai komponen pengendalian hama terpadu sejalan dengan definisi sebagai cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan berkelanjutan. Dengan pengertian ini, konsepsi PHT sejalan dengan paradigma pembangunan agribisnis (Suniarsyih, 2009).

Pengendalian hayati memiliki arti khusus, karena pada umumnya beresiko kecil, tidak mengakibatkan kekebalan atau resurgensi, tidak membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan dan tidak memerlukan banyak input luar. Pengendalian ini secara terpadu diharapkan dapat menciptakan kondisi yang tidak mendukung bagi kehidupan organisme penyebab penyakit atau mengganggu siklus hidupnya (Untung, 2001).

Menurut Istikorini (2002), pengendalian hayati yang ekologis dan berkelanjutan mengacu pada bentuk-bentuk pertanian sebagai berikut :

a).Berusaha mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada. Misalnya keanekaragaman
mikroorganisme antagonistik dalam tanah atau di rizosfir (daerah sekitar
perakaran) dengan mengkombinasikan berbagai komponen system usaha tani yaitu
tanaman, tanah, air, iklim dan manusia sehingga saling melengkapi dan memberikan
efek sinergi yang paling besar.

b) Berusaha memanfaatkan pestisida sintetis seminimal mungkin untuk meminimalisasi
kerusakan lingkungan.

Dalam pembangunan di bidang pertanian, peningkatan produksi seringkali diberi perhatian utama sehingga seringkali batas maksimal produksi dilampaui. Akibatnya ekosistem akan mengalami degradasi dan kemunginan akan runtuh sehingga hanya sebagian orang yang bisa hidup dengan sumberdaya tersebut. Konsekwensinya, bahwa bila batas produksi tercapai maka harus dilakukan sesuatu terhadap ekosistem, misalnya pengembalian sumberdaya alam. Prinsip ekologi dasar mewajibkan kita untuk menyadari bahwa produktivitas pertanian memiliki kemampuan terbatas.

Berdasarkan konsep segitiga penyakit, pada dasarnya penyakit hanya dapat terjadi jika ketiga faktor yaitu patogen, inang dan lingkungan mendukung. Inang dalam keadaan rentan, pathogen bersifat virulen (daya infeksi tinggi) dan jumlah yang cukup, serta lingkungan yang mendukung. Lingkungan berupa komponen lingkungan fisik (suhu, kelembaban, cahaya) maupun biotik (musuh alami, organisme kompetitor). Dari konsep tersebut jelas sekali bahwa perubahan salah satu komponen akan berpengaruh terhadap intensitas penyakit yang muncul (Wiyono, 2007).

Pemanfaatan musuh alami OPT menjadi sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekologis karena sumberdaya tersebut dikembalikan lagi ke alam sehingga kualitas lingkungan terutama tanah dapat dipertahankan. Di alam musuh alami dapat terus berkembang selama nutrisi dan faktor-faktor lain (kelembaban, suhu dan lain-lain) sesuai untuk pertumbuhannya. Proses pengendalian hayati meniru ekologi alami sehingga untuk menciptakan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan musuh alami tersebut bisa dilakukan dengan memanipulasi sinar matahari, unsur hara tanah dan curah hujan sehingga sistem pertanian dapat terus berlanjut. Misalnya dengan penambahan bahan organik pada tanaman yang akan dikendalikan. Bahan organik atau residu tanaman adalah media yang kondusif untuk mikrooraganisme yang antagonistik terhadap OPT yang pada dasarnya beraspek majemuk, yaitu sebagai pencegah berkembangnya OPT, sebagai sumber unsur hara dan untuk perbaikan fisik tanah pertanian.

Kendala Pengendalian Hayati

Berbagai kendala yang sering menjadi titik lemah dalam komponen hayati antara lain adalah :

a) Untuk mengetahui secara pasti peranan agensia hayati tidak mudah karena terlalu
banyak hal yang dianggap mendasar untuk diteliti.

b) Memerlukan fasilitas untuk mendukung rangkaian penelitian mulai dari
eksploirasi, isolasi, identifikasi, pemurnian, perbanyakan inokulum sampai
sumberdaya manusia peneliti yang tekun.

c) Petani sudah terbiasa dengan cara pengendalian penyakit yang memberi hasi yang
cepat sehingga tidak tertarik dengan cara pengendalian hayati yang berproses
lambat dalam kurun waktu yang panjang.


Selain itu, Pengendalian hayati memerlukan waktu yang cukup lama dan berspektrum sempit (inangnya spesifik). Walaupun demikian, banyak keuntungannya, antara lain aman, relatif permanen, dalam jangka panjang relatif murah dan efisien, serta tidak akan menyebabkan pencemaran lingkungan sehingga sangat terasa pentingnya suatu komitmen untuk menentukan suatu gerak terpadu melalui konsep pengendalian hayati yang menguntungkan dan berkelanjutan dalam pemanfaatannya (Santoso, 2009).

Pengembangan Pengendalian Hayati

Proses pengendalian hayati harus berkelanjutan dan berkesempatan sebagai komponen yang kuat dalam konsep PHT. Hal ini akan terwujud dengan menggiatkan koordinasi untuk melakukan eksplorasi, pengadaan agensia hayati, penggunaan di lapangan dan evaluasi terus-menerus. Dalam upaya eksplorasi uantuk mendapatkan agensia hayati diperlukan penelitian yang tekun dan berkelanjutan. Pengadaan agensia hayati untuk dapat digunakan di lapangan pada umumnya memerlukan langkah-langkah sebagai berikut

1. Isolasi mikroorganisme atau jasad sebagai agensia hayati

2. Penelitian dasar

3. Perbanyakan

4. Proses pengembangan dan optimasi dan

5. Produksi dan aplikasi

Dalam perbanyakan agensia hayati diperlukan penelitian tentang media untuk perbanyakan yang mudah didapat dan murah. Selanjutnya perlu diteliti juga faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya. Produksi agensia hayati selanjutnya dilakukan dalam skala luas di bawah kondisi yang dapat diatur. Untuk ini pengembangan sumberdaya manusia (terutama ilmuwan/peneliti) harus mendapat perhatian yang cukup kuat.

Dalam menerapkan pengendalian hayati di lapangan, keperdulian unsur-unsur terkait (peneliti/pakar/petugas proteksi tanaman, petani, tokoh masyarakat, pengambil kebijakan) perlu terpadu dengan aktif. Selanjutnya petani dalam mengidentifikasi, menguji coba dan menerapkan pengendalian hayati diharapkan kerjasama terutama dengan penyuluh dan peneliti.

Menurut Tobing (2009), pada pertanaman monokultur sangat sulit dilakukan pengen-dalian hayati yang tepat dan efisien karena kurang jelasnya penampakan efektif dari musuh alami dan adanya gangguan beberapa perlakuan dalam sistem ini Mengganti atau menambah keragaman pada agroekosistem yang telah ada dapat dilakukan agar musuh alami efektif dan populasinya meningkat dengan cara:

1. Menyediakan inang alternatif dan mangsa pada saat kelangkaan populasi inang
2. Menyediakan pakan (tepung sari dan nektar) parasitoid dewasa
3. Menjaga populasi hama yang dapat diterima pada waktu tertentu untuk
memastikan kelanjutan hidup dari musuh alami serangga hama.

Pengendalian OPT Berdasarkan Konsep Pengendalian hayati

Pengendalian hayati didasarkan pada pemahaman siklus hidup OPT dan mencegah perkembangan OPT tersebut. Untuk mengembankan teknik pengendalian secara hayati maka langkah-langkah yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Definisi masalah. Pertama harus dipahami masalah, mengetahui penyebab hama
penyakitnya, di mana penyebab hama penyakit bertahan, bagaimana cara menularnya
penyakit dan memahami faktor-faktor yang mendukung perkembangan ekobiologi dan
epidemiologinya. Pada sebagian besar kasus, informasi ini dapat diperoleh dari
literature pertanian. Informasi yang dapat diperoleh adalah tingkat kerusakan,
periode ketika tanaman rentan, tingkat ambang ekonomi.
2. Langkah-langkah pencegahan. Langkah selanjutnya analisis praktek budidaya,
selangkah demi selangkah. Dengan pengetahuan tentang hama atua patogen yang
diperoleh selama definisi masalah, orang bias mengetahui apakah praktek budidaya
dapat diubah untuk membatasi berkembangnya patogen. Sumber informasi utama dapat
diperoleh dari petani.
3. Langkah-langkah pengendalian. Langkah-langlah pengendalian yang khusus diper-
timbangkan, dimulai dari langkah-langkah yang lebih lemah dan kemudian ke yang
lebih kuat yang lebih memiliki efek samping lingkungan.

Dalam pengendalian hayati banyak hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan sifatnya yang ekologis dan berkelanjutan. Secara garis besar konsep pengendalian penyakit secara hayati meliputi hal-hal berikut ini :

1. Mengenal OPT dan memahami faktor-faktor yang mendukung perkembangan ekobiologi
dan epidemiologinya.
2. Memahami situasi pada saat tertentu, seperti tanda-tanda terjadinya eksplosi,
apakah proses penularan penyakit berlangsung biasa atau lambat
3. Menghindari terjadinya lingkungan yang kondusif untuk perkembangan dan penularan
penyakit, misalnya drainase jelek, tumpukan tanaman inang, tanaman yang tidak
terpelihara. Keberdaan dan efektifitas agensia hayati dikaitan dalam kondisi
seperti ini kurang memberi keuntungan
4. Memanfaatkan proses pengendalian alami yang berorientasi pada keseimbangan
biologi dan ekosistem, maka agensia hayati harus dipantau untuk mempertahankan
dan meningkatkan peranannya dalam jangka waktu tertentu
5. Karena konsep ini mengait dengan system, maka partisipasi dan kepedulian dari
pihak-pihak disiplin ilmua terkait perlu ada, sebaiknya secara institusional
6. Sebagai salah satu alternatif dari PHT, pengendalian hayati harus kompatibel
dengan komponen lain, dengan catatan khusus terhadap pestisida sintetis.
7. Pengendalian hayati sebagai satu sub- system yang efektif dapat terwujud dengan
mengembangan pengadaan dan proses sub-komponen utama antagonistic, bahan
organik, rotasi dengan tanaman/tumbuhan yang bermanfaat.
8. Melakukan eksploirasi, identifikasi, efikasi, perbanyakan dan aplikasi yang
sistematik dari antagonis potential
9. Mengidupkan informasi dua arah antara pengguna, penyuluh dan sumber teknologi
pengendalian hayati
10.Memasukkan komponen lain (mekanik, pestisida dan lain-lain) pada situasi
epidemik dan pertimbangan lain yang memerlukan tindakan khusus

Prospek Pengendalian Hayati

Prospek pengendalian hayati perlu ditinjau dari berbagai aspek, terutama aspek teknis sejak kegiatan di laboratorium dan rumah kaca. Jumlah dan jenis penelitian yang sudah diperoleh oleh ahli-ahli di bidang pengendalian hayati sangat besar pada tingkat laboratorium dan rumah kaca, namun hanya sebagian kecil saja yang telah dimanfaatkan di tingkat lapangan dalam skala ekonomi. Hal ini tidak perlu menjadi alasan untuk menyatakan bahwa prospek pengendalian hayati dalam praktek kecil atau kurang relevan.

Keanekaragaman dari mikrooragnisme yang antagonistik dan kekayaan sumberdaya alam di Indonesia, sebenarnya menjanjikan peluang yang cukup besar untuk dimanfaatkan dalam pengendalian hayati penyakit tanaman.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 6 tahun 1995 pasal 4 tentang Perlindungan tanaman disebutkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan menggunakan sarana dan cara yang tidak mengganggu kesehatan dan atau mengancam keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan kerusakan sumberdaya alam atau lingkungan hidup (Suniarsyih, 2009). Untuk maksud tersebut yang paling cocok pertanian untuk masa depan adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Adapun definisi pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam. Dalam pertanian berkelanjutan perlindungan tanaman harus dilakukan dengan prinsip-prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) (Istikorini, 2002).

Pengendalian secara hayati merupakan cara pengendalian yang lebih ramah lingkungan dbandingkan dengan pemakaian pestisida. Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas pengendalian OPT secara hayati dapat digunakan sebagai salah satu komponen dalam pengendalian hama secara terpadu (PHT).

Rabu, 06 April 2011

identifikasi bakteri


KUNCI AWAL IDENTIFIKASI BAKTERI (morfologi koloni, morfologi sel dan pewarnaan gram).

Pada saat kita mendapatkan tugas untuk mencari tahu jenis suatu isolat bakteri, maka hal pertama yang dilakukan adalah mengamati ciri-ciri morfologi koloni, morfologi sel dan sifat gramnya.
Pastikan isolat yang akan diuji adalah kultur murni, benar-benar murni dan telah yakin tentang kemurniannya. Jadi jika diperoleh suatu kultur murni dari suatu lingkungan dan diyakini belum murni maka haruslah diisolasi ulang, maksudnya dimurnikan lagi sampai benar-benar pasti. Lihat gambar berikut :
  1. jika tidak yakin benar ini kultur murni atau tidak.
  1. lakukan streak kuadran, minimal ke dua cawan (karena kalau salah satu gagal membentuk koloni tunggal, maka masih ada cadangannya).
  2. lihat hasil streak kuadran, apakah tampak koloni tunggal?, koloni tunggal adalah koloni yang timbul/tumbuh dari satu sel atau beberapa kumpulan sel (untuk staphylococcus misalnya), bukan dari beberapa ratus sel. Istilah yang paling mendekati adalah CFU’s. Jadi dipastikan satu koloni itu adalah satu jenis bahkan satu strain. Umumnya koloni tunggal itu kecil-kecil(misalnya E.coli,1-2mm), ada juga yang besar. Faktor-faktornya mungkin adalah kecepatan pertumbuhannya dan stuktur sel itu sendiri (bayangkan sel E.coli yang sendiri-sendiri akan mudah terpisah saat digoreskan ke permukaan agar dibanding sel streptococcus.
  3. jika didapatkan koloni tunggal, segera diamankan dengan menumbuhkan pada media baru (minimal 5). Kenapa harus banyak?, karena untuk menanggulangi cawan yang kontaminan, membuat stok kultur dan mencegah kejadian yang tidak diinginkan (kehilangan cawan misalnya).
  4. setiap menumbuhkan ke medium baru, sebaiknya harus dicek koloninya, apakah sama dengan cawan induknya atau tidak. Jika perlu cek juga morfologi selnya.
  5. sekarang kita telah memiliki beberapa kultur murni dan siap untuk diidentifikasi.

Salah satu cawan dari kultur murni tersebut lalu dikarakterisasi morfologi koloninya. Ciri-ciri koloni yang perlu diperhatikan dan dicatat yaitu bentuk koloni, tepian koloni, elevasi dll. Tapi perlu diingat jika hanya mencatat karakteristik berdasarkan ciri di atas, kita tidak terlalu hafal oleh karena itu perlu untuk digambar. Menggambar koloni itu tidak mudah. Yang perlu digambar adalah koloni tunggal, bukan koloni yang besar.jika menginginkan hasil lebih bagus sebaiknya memakai kamera dijital. Umumnya koloni tunggal itu kecil-kecil dengan satuan mm. Jadi beberapa saran untuk menggambar koloni yaitu:
  1. cari koloni tunggal lalu gambar hati-hati dengan pensil (sebaiknya dengan skala 1:1) tanpa perbesaran. Gambar dengan mata telanjang.
  2. gambar koloni lebih detail dengan mikroskop stereo atau mikroskop cahaya. Saya sarankan untuk menggunakan mikroskop cahaya. Mula-mula dengan perbesaran 4X10. jika menggunakan mikroskop cahaya penempatan cawan di meja benda harus hati-hati. Perlu digambar tampak atas dan bawah cawan. Jika menginginkan perbesaran yang lebih tinggi dapat digunakan perbesaran 10X10, tapi jangan sampai lensa mengenai media atau biakan.
Untuk melihat sel maka hal yang harus dilakukan :
  • Membuat preparat ulas. Saya sarankan jangan membuat preparat ulas dari biakan cair, karena dikhawatirkan yang tumbuh bukan yang kita harapkan. Buatlah preparat ulas dari biakan padat (koloni tunggal) sehingga milyaran bakteri dalam preparat ulas tersebut adalah satu jenis. Fiksasi di atas api sebaiknya jangan dilakukan terlalu lama. Intinya fiksasi adalah menguapkan air di atas slide, bukan membakar slide dengan api. Dikhawatirkan panas akan mempengaruhi struktur sel. 
  • Melihat dengan mikroskop. Apakah Anda menginginkan melihat sel tersebut dalam keadaan hidup atau mati? Jika hidup keuntungannya adalah dapat mengecek motilitasnya. Namun sel bersifat transparan dan sulit terlihat bagi mata yang tidak terlatih. Jika mati (hasil fiksasi) maka sel dapat diwarnai dengan zat pewarna dan akan terkonsentrasi untuk melihat morfologinya saja. Untuk melihat sel gunakan 100X10.
Catatan : ada beberapa catatan pentingyang terkait dengan keahlian mencari lapang pandang yang relevan, bagus dan jelas.
  • Kadang-kadang waktu membuat preparat ulas, kita seringkali menyebarkan suspensi tidak merata (seperti gambar). Kita harus tahu kira-kira dimana tempat/letak lapang pandang yang menampakkan sel-sel terpisah satu sama lain.

 
untuk mendapatkan gambar yang bagus, harus dicari dimana kira-kira bagian slide yang memiliki jumlah sel yang tepat. Pada saat perbesaran 4X10, geser-geser dan cari daerah ”pinggiran”, maksudnya jika pemfiksasian tidak rata pasti terdapat penumpukan sel di suatu tempat atau pengonsentrasian sel, jadi kalau memilih di ”pinggir”, kita dapat melihat sel-sel yang jelas.

  • Seingkali ditemukan pada preparat ulas basah (hidup) sel dari bakteri bacilli yang berbentuk coccus.. Sel bakteri berukuran sangat kecil dan tebal lapisan air tipis diantara cover glass dan object glass masih bisa menampung beberapa bakteri bacilli yang ditumpuk vertikal, artinya tebal tersebut masih bisa digunakan sel untuk berenang ke atas dan ke bawah. Jangan menganggap gambar yang terlihat pada mikroskop adalah gambar datar 2D. Lihat gambar
  • Gunakan kontrol. Kontrol sangat penting, meskipun sulit untuk mendapatkannya. Akan lebih baik jika bakteri yang dilihat dapat dibandingkan dengan bakteri lain yang telah diketahui bentuknya dengan pasti.

Data yang dihasilkan sampai tahap ini berupa karakteristik morfologi koloni dan sel yang dapat dipercaya. Tahap selanjutnya berupa pewarnaan gram. Pewarnaan gram menurut saya tidak hanya menambahkan semua pewarna dan reagen secara berurutan tetapi kita harus dapat membayangkan apa yang terjadi dengan bakteri tersebut.

Sebelum melakukannya, hal yang harus diperhatikan adalah:
·        Cek tanggal pembuatan zat warna dan reagen, umumnya zat warna lebih tahan lama. Namun lebih baik menggunakan yang baru. Paling tidak tidak lebih dari setengah tahun.
·        Persiapkan kontrol, kontrol yang ampuh adalah E. coli dan B. Subtilis. Kontrol juga harus dalam keadaan murni. Kontrol juga dapat diperoleh dengan mengambil lapisan film langit-langit mulut atau gigi. Di dalamnya mengandung bakteri gram positif dan negatif. Namun sering kali sulit membedakan antara kotoran dan bakteri.
·        Pastikan semua kultur berumur tidak lebih dari 24 jam. Kultur muda lebih baik dari kultur tua karena seringkali gram positif kehilangan kemampuan membentuk dinding selnya pada kultur tua. CV-----------;Kalium Iodida-----------Alkohol 95%--------Safranin
Inti dari pewarnaan gram adalah membedakan sifat ”kulit” sel dalam mempertahankan kompleks CV-KI dari pelunturan (dekolorisasi) oleh etanol/alkohol 95%. Jadi dengan menganalisa dan membuat tahapan ini menjadi meyakinkan sebenarnya sudah cukup untuk mengambil kesimpulan tentang sifat gram bakteri uji. Pengontras hanya untuk memperkuat perbedaan saja.

Saran I
Hasil tiap perlakuan dilihat dengan mikroskop sehingga dapat benar-benar tahu apa yang terjadi pada sel. Warna CV sebelum ditambah KI berwarna ungu cerah, tapi setelah ditambah KI menjadi biru kehitaman.
Saran II
Benar-benar diperhatikan tahapan paling krusial dalam pewarnaan gram yaitu dekolorisasi. Alkohol dapat diteteskan pada sela-sela cover glass dan object glass sehingga dapat diamati detik-detik terjadinya pelunturan. Disarankan dari berbagai sumber pelunturan dilakukan selama 5 detik dan ada yang menyebutkan 10 detik. Bakteri gram+ tidak selalu dapat mempertahankan kompleks CV-KI, namun hanya mempertahankannya lebih lama dibanding gram-. Jadi diperlukan stopwatch untuk menghitung waktu pelunturan dari bakteri uji dan kontrol. Untuk menekan kesalahan lakukan hal ini beberapa kali.
Saran III

Buatlah preparat ulas dari ketiga bakteri (kontrol +&- dan uji) dalam satu slide. Usahakan jangan sampai tercampur dan dalam satu luasan cover glass melingkupi ulasan 3 bakteri ini. Tujuannya supaya memudahkan dalam membandingkan bakteri uji dengan kontrol dan juga memperkecil kesalahan saat pelunturan karena semua bakteri diberi perlakuan yang sama.
Saran 4. kroscek hasil pewarnaan gram konvensional dengan metode lain yaitu dengan KOH 3%.
Setelah tahapan ini selesai maka didapatkan data yang diyakini benar, kemudian dapat dilanjutkan ke pengerucutan identifikasi berikutnya dengan melihat BERGEY’S, kitabnya para bacteriologist.

Selasa, 29 Maret 2011

Klinik Tanaman

Klinik tanaman merupakan unit kerja di jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian yang bertujuan untuk memberi pelayanan kepada masyarakat umum dan atau perusahaan yang berkaitan dengan masalah gangguan tanaman. Klinik tanaman telah banyak memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa analisis sampel tanaman yang terserang hama dan penyakit, memberikan penyuluhan, rekomendasi tentang pengendalian hama penyakit tanaman dan memproduksi agensia hayati yang terbukti mampu mengendalikan berbagai jenis organisme pengganggu.


Gambar 1. Produk-produk agen hayati yang telah di produksi Klinik Tanaman

BENTUK PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT
A. Identifikasi Sampel Tanaman
Klinik tanaman melayani permasalahan-permasalahan serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Pelayanan ini berupa identifikasi sample tanaman yang terserang OPT. Petani dapat langsung membawa sample tanaman yang terserang ke Klinik Tanaman, kemudian klinik akan mendiagnosa dan memberikan rekomendasi tentang pengendalian permasalahan tersebut. Selain itu klinik tanaman tanaman juga melayani observasi lebih lanjut dengan melihat kondisi tanaman di lapangan.
B. Penjualan Agensia Hayati
Agensia hayati merupakan salah satu teknik pengendalian yang telah dianjurkan oleh pemerintah karena tidak menimbulkan kerusakan pada lingkungan, aman terhadap manusia dan tidak menimbulkan residu terhadap hasil pertanian. Oleh karena itu Klinik Tanaman mengembangkan beberapa agens hayati yang telah diuji efektifitasnya dalam mengendalikan berbagai jenis OPT yang menyerang tanaman.
C.  Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan klinik tanaman sangat mudah. Pertama, petani langsung datang ke Klinik Tanaman Jurusan HPT Fak. Pertanian dengan membawa sample tanaman yang sakit karena serangan OPT. Kedua, Klinik akan mendiagnosa sample yang dibawa dan akan dilakukan identifikasi pada sample untuk mengetahui penyebab tanaman sakit. Ketiga, setelah diketahui penyebab tanaman sakit, klinik akan memberikan rekomendasi tentang teknik-teknik pengendaliannya. Lama pelayanan yang diberikan kepada masyarakat ditentukan jenis sampel yang diberikan dan jenis keluhan dari petani.


Gambar 2. Alur Pelayanan Klinik Tanaman

KLINIK TANAMAN PEDULI PERTANIAN ORGANIK

Back to Nature” tren baru tersebut telah bermunculan dimana masyarakat menginginkan sesuatu makanan yang benar-benar serba alami, kurang dan bebas dari zat kimia. Produk organik dianggap memenuhi persyaratan tersebut sehingga permintaan dan peluang pemasarannya meningkat. Permintaan dunia akan pangan organik meningkat tajam dan demam pangan organik melanda dunia bukan saja di bidang pangan, tetapi juga meluas ke bidang nonpangan. Di berbagai pasar swalayan telah banyak dipajang dan dijual produk organic, yang sebagian besar masih terbatas pada produk buah-buahan dan sayuran. Sayuran dan buah-buahan yang bermerek organic harganya bias 3 – 4 kali lebih mahal disbanding produk pangan non-organik.
Klinik tanaman dengan produk-produk agens hayati sangat mendukung pentingnya produk organik karena agens hayati tersebut sama sekali tidak menimbulkan residu pestisida pada produk pertanian sehingga aman dan sehat untuk dikonsumsi, selain itu sudah terbukti mampu mengendalikan berbagai jenis organisme pengganggu tumbuhan (OPT).

Newbie

ini adalah blog pertama saya. mohon bantuan untuk berikutnya..